KOMUNITAS CILIWUNG PERLU DIAPRESIASI


.

Sungai Ciliwung pada abad XV – XVI merupakan sebuah sungai indah, berair jernih dan bersih, mengalir di tengah kota. Ketika itu Ciliwung mampu menampung 10 buah kapal dagang dengan kapasitas sampai 100 ton, masuk dan berlabuh dengan aman di Sunda Kelapa. Kini jangankan kapal besar, kapal kecil saja sulit melayari Ciliwung karena baling-baling kapal hampir selalu tersangkut sampah.
Selama ratusan tahun air Ciliwung mengalir bebas, tidak berlumpur, dan tenang. Karena itu banyak kapten kapal asing singgah untuk mengambil air segar yang cukup baik untuk diisikan ke botol dan guci mereka. Jean-Baptiste Tavernier, sebagaimana dikutip Van Gorkom, mengatakan Ciliwung memiliki air yang paling baik dan paling bersih di dunia.
Dulu, berkat sungai Ciliwung yang bersih, kota Jakarta (Batavia) pernah mendapat julukan “Ratu dari Timur”. Banyak pendatang asing menyanjung tinggi, bahkan menyamakannya dengan kota-kota ternama di Eropa, seperti Venesia di Italia.
Kemudian saat ini Ciliwung berair kotor dan berlumpur, dipenuhi sampah yang berasal dari sampah industri dan perumahan. Kalau dulu sekitar pinggiran kalinya dipenuhi pepohonan yang rindang dan dihuni oleh beberapa satwa seperti monyet dan burung, sekarang ini dipenuhi dengan tumpukan sampah dan rumah bedeng disekitar bantaran sungainya.
Dulu Ciliwung sahabat, saat ini dikenal dengan sumber bencana banjir dan penyakit sehingga sekarang ini bilamana musim hujan tiba masyarakat mulai terusik dan trauma akan datangnya bencana banjir seperti tahun 2002 dan 2007 lalu. 
Padatnya perumahan disekitar bantaran sungai, buangan limbah industri besar/kecil yang kurang terkontrol dan tidak memperhatikan amdal, serta prilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan menjadi penyebab terjadinya banjir atau genangan disekitar saluran pemukiman sehingga drainase menjadi tersumbat terutama di wilayah-wilayah sepanjang bantaran sungai.
Berbagai program untuk merevitalisasi fungsi sungai Ciliwung sedang dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah Jakarta. Namun dibalik upaya pemerintah untuk menata kembali keberadaan sungai Ciliwung tidak akan berjalan dengan baik jika tidak mendapatkan dukungan masyarakat yang terlibat aktif untuk turut menjaga dan memelihara keberadaan sungai Ciliwung.
Urgensi mendasar dalam menata sungai Ciliwung adalah menumbuhkembangkan kerjasama yang sinergis antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sehingga mampu menemukan titik masuk untuk membangun komitmen sebagai stake holder dalam pengelolaan sungai Ciliwung yang berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.
Salah satu multi stake holder pengelolaan sungai yang telah terbukti memiliki komitmen terhadap kelestarian lingkungan adalah kelompok masyarakat pecinta alam. Adalah kelompok masyarakat yang berbasis kesukarelaan yang terus menerus menggeluti gerakan cinta alam. Sebagai gerakan sukarela, maka kelompok pecinta alam melakukan kegiatan tanpa tergantung pihak lain dan konsistensinya juga telah banyak teruji. Secara operasional,  di lokasi-lokasi sulit sekitar bantaran sungai Ciliwung telah dijadikan sasaran pelestarian sungai dan juga kelompok LSM lingkungan sebagian besar berangkat dari kelompok pecinta alam.
Persebaran kelompok pecinta alam atau komunitas di sepanjang bantaran sungai Ciliwung merupakan fakta bahwa kelompok pecinta alam merupakan salah satu stake holder pelestarian sungai yang perlu di perhitungkan, diapresasi, dan untuk menjadi mitra pemerintah dalam gerakan CILIWUNG BERSIH DAN HIJAU.

Your Reply